Aamiin Ya Rabbal Aalamiin

CATATAN SEORANG SAHABAT TENTANG "ADAM DAN HAWA"

~~Seorang wanita yang sangat manis,bersahaja,berkerudung indah,duduk di salah satu kursi penonton sebuah stadion olahraga. Ia merebahkan tubuhnya yang agak lembab karena keringat. Enam keliling sudah ia berlari mengitari lapangan sepak bola yang sekarang semakin ramai dikunjungi para pencinta olahraga. Sesekali ia mengusap keningnya yang berkeringat sambil meneguk satu botol air mineral yang bening jernih dan memberikan kesegaran ketika air tersebut melewati rongga kerongkongan. Setiap satu kali tegukan, ia dapat merasakan kesegarannya pada setiap rongga tubuhnya. Air tersebut turun menyusuri mulut,kerongkongan, dan masuk ke dalam rongga perut. Setelah itu, badan pun terasa lebih segar dan bertenaga.

Pada tegukan yang terakhir, seseorang menghampirinya dengan keadaan yang tidak jauh beda berkeringatnya. Dia adalah seorang laki-laki berbadan besar dengan postur tubuh yang sedikit berotot. Mungkin lebih dari enam keliling dia lari mengitari lapangan sepak bola, terlihat dari tubuhnya yang bermandikan keringat. Tapi, meskipun begitu senyuman di bibirnya tetap terlukis dengan manis penuh kebahagiaan.

Dia duduk disamping wanita tadi. Mungkin lebih dari tiga puluh menit mereka hanya duduk tanpa ada kata yang terucap. Keduanya memandang jauh lurus ke depan. Menatap kosong hamparan rumput hijau yang melapisi lapangan sepak bola di bawah sana.

“ Bagaimana kabarmu? “ Akhirnya kesunyian diantara mereka terpecahkan oleh satu kalimat sapaan dari laki-laki ini.

“ Baik, Kamu ? “ Si Wanita hanya menjawabnya pendek tanpa melepaskan pandangannya dari lapangan hijau.

“ Aku sedang resah. “

“ Kenapa ? “ Wanita itu, mengarahkan pandangannya kepada dia yang duduk disampingnya.

“ Karena memang selama ini aku selalu resah dengan semua ketidakpastian ini. Aku harap hari ini, detik ini, kau akan menghapuskan perasaan resah ini. “

“ Jika tidak ? “ Keduanya saling menatap. Kemudian wanita itu, menghindari tatapan matanya yang sesungguhnya sangat menusuk hati.

“ Jika hari ini kau tidak sembuhkan keresahan ini, maka kau akan mengubah keresahan ini menjadi sebuah luka atau mungkin akan menjadi sebuah kekuatan, kekuatan cinta. “

“ Sesungguhnya aku ingin mencintaimu dengan rasa cinta yang sebenarnya. Aku ingin merasakan cinta yang benar-benar tumbuh dihati. Aku ingin memberikan kepastian padamu. Tapi…”

“ Lalu apa masalahmu sekarang ini ? “

“ Aku belum yakin dengan perasaanku, aku masih ragu. Aku tidak mau membohongimu dengan perasaan yang tidak pasti. Jika sekarang kau merasa resah dengan ketidakpastianku, maka aku pun resah dengan ketidakpastian hatiku. Aku tahu semua ini akan menyisakan sebuah luka dihatimu karena hari ini aku tidak bisa menghilangkan keresahan di hatimu. Tapi sungguh semua itu bukan inginku. “

“ Kau terlalu memikirkan hati dan perasaan, cobalah kau pikirkan dengan logika. Jika memang kau nyaman denganku, kenapa sampai saat ini kau tidak bisa memberikan kepastian untukku? “

“ Entahlah, aku juga tidak mengerti.” Kemudian, keduanya diam.

“ Aku sudah terlanjur mencintaimu. Sulit bagiku untuk melepaskanmu begitu saja. Aku sudah berada dalam keadaan ini sejak tiga bulan yang lalu. Jika kau menginginkan kejujuran dariku, sebenarnya aku sangat bosan dengan keadaan seperti ini. Kau seperti mempermainkan perasaanku. Kau membiarkanku tersiksa dengan perasaan ini. Teganya…” Nada bicara laki-laki berkulit sawo matang ini mulai meninggi dan ada sedikit amarah yang tersirat dari perkataannya tadi.

“ Kau berhak marah padaku. Aku tahu kata-kata itu akan terlontar juga dari mulutmu. Jika memang kau bosan dengan semua ini, kau boleh menghentikan semua ini.”

“ Apa maksudmu? Tak sedikit pun aku berniat untuk menghentikan semua ini. Aku masih menunggu jawaban darimu. Atau kau yang menginginkan semua ini berakhir sampai disini ? “ Perempuan itu menggeleng.

“ Akan ku ikuti apa maumu.”

“ Maafkan aku atas semua ini.” Perempuan itu menunduk sambil memainkan handuk kecil yang ia lilit-lilitkan di pergelangan tangan kirinya.

“ Tak perlu minta maaf. Ku tahu kau butuh waktu. Sekarang apa yang harus kuperbuat untuk mendapatkan jawaban darimu? “

“ Maukah kau menungguku lagi? “

“ Berapa lama lagi? “

“ 1 bulan saja. “

“ Baiklah kalau itu yang kau mau. Jika satu bulan lagi kau masih tidak bisa memberikan kepastian untukku, dengan berat hati aku akan melepasmu.“

Setelah pertemuan itu, kedua sejoli ini sepakat selama satu bulan kedepan tidak ada komunikasi diantara mereka. Tidak sms, tidak telepon, tidak e-mail, tidak friendster, tidak juga facebook, apalagi untuk sebuah pertemuan. Mereka sepakat selama satu bulan itu, mereka akan merasakan perasaannya masing-masing. Dan pada tanggal yang sama di bulan berikutnya, mereka akan bertemu kembali di tempat dan waktu yang sama seperti saat terakhir mereka bertemu. Masing-masing harus menuliskan perasaan yang ia rasakan selama waktu tersebut. Dan keduanya akan bertukar tulisan pada saat pertemuan nanti.

Jarak memang memisahkan keduanya karena keduanya meniti karir ditempat yang berbeda. Tapi selama satu bulan itu, hati mereka masih tetap terpaut satu sama lain. Dan saat pertemuan nanti adalah waktu yang sangat mereka tunggu.

Penantian untuk sebuah jawaban kadang membuat waktu terasa berjalan lebih lambat. Padahal bumi masih berputar dengan kecepatan yang sama, begitu juga bulan masih setia dengan tugasnya untuk menari mengelilingi bumi yang indah. Waktu satu hari satu malam pun masih dua puluh empat jam tapi mengapa dua insan ini merasa satu hari seperti lebih lama dari sebelumnya? Apa karena di hati mereka ada yang dinanti? Sebuah kepastian dari sebuah jawaban hati.

Hari yang dinanti…

Keduanya datang tepat pada waktunya, sedetik pun tak kan terlewati begitu saja. Hari ini adalah penentuan dari hubungan mereka. Keduanya bertemu di tempat yang sama seperti satu bulan yang lalu. Mereka datang dengan sebuah amplop putih berisikan tulisan tentang isi hati masing-masing dan tentang perasaan yang mereka rasakan selama satu bulan ini.

“ Hai, apa kabar? “ keduanya saling menyapa dan menyalami.

“ Baik. Kamu ? “

“ Baik.”

Kemudian mereka duduk bersebelahan, masih di tempat duduk itu. Tempat duduk penonton barisan keempat dari depan, dan kursi ke lima belas dari kanan.

“ Apa kau sudah menuliskan semuanya untukku? “

“ Iya. “

Keduanya mengeluarkan sebuah amplop yang kemudian ditukar satu sama lain. Secara bersamaan, mereka pun membuka amplop tersebut. Dan mulai membacanya.

Diantara riuh rendahnya suara orang-orang yang sedang berolahraga, mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Dengan selembar kertas di tangan mereka yang sepertinya menjadi sebuah pemandu perjalanan pikiran mereka.

"Untukmu Bidadariku",

Sejak awal aku mengenalmu, aku telah berniat dalam hati untuk mencintaimu apa adanya. Apapun keadaanmu, aku akan berusaha mencintaimu. Dan ternyata tidak butuh waktu dan usaha yang besar bagiku untuk menjadikanmu orang yang berarti dalam hidupku. Tiga bulan pertama kau telah mampu membuatku jatuh cinta padamu. Tapi selama tiga bulan itu, tidak ada kepastian sedikit pun darimu. Sebenarnya aku sempat putus asa dan ingin menyerah untuk mengejarmu. Tapi semakin ku berusaha melupakanmu, semakin aku sulit untuk menjauh darimu. Sampai akhirnya kita bertemu satu bulan yang lalu.

Kau masih seperti dulu. Kebersahajaanmu tetap tergambar dari paras wajahmu. Aku juga tahu kalau hari itu tidak akan ada kepastian yang kudapat. Aku marah, aku benci, aku kecewa padamu karena kau selalu membuatku seperti ini. Terombang ambing dalam ketidakpastian. Tapi rasa marah, benci, dan kecewa itu ada karena rasa cinta ini yang terlalu besar. Aku tidak mengerti kenapa aku sangat mencintai kamu sehingga aku mau disuruh menunggu satu bulan lagi. Padahal jika aku menuruti logikaku, aku ingin melepaskan dirimu. Aku ingin menjauhi dirimu, membiarkan kamu terbang tinggi dan jangan kembali dihadapanku. Tapi, hatiku mengatakan aku harus tetap ada disini, menantimu….

Sempat terpikir olehku hari ini aku tidak akan memenuhi janji kita untuk bertemu disini. Tapi, aku tidak mampu melakukan itu. Hari ini aku pasrah, apa pun jawaban darimu aku akan menerimanya meskipun mungkin akan menjadi sebuah luka yang sangat dalam.

Sinar matahari mulai redup tertutupi oleh awan mendung yang bergerak tertiup angin. Tapi tak seorang pun diantara mereka berdua yang menyadari hal itu. Perlahan, stadion olahraga mulai sepi. Orang-orang segera beranjak pulang untuk menghindari hujan.

"Untuk seorang pemuda yang sabar…."

Aku terkejut dengan kehadiranmu dalam hidupku yang terjadi secara tiba-tiba. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba kau hadir menawarkan sebentuk cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Sebenarnya aku bahagia dengan cinta yang kau tawarkan. Tapi kebahagiaan ini entah mengartikan hal apa. Apakah kebahagiaan ini mengartikan bahwa aku memiliki rasa yang sama denganmu?

Aku memang tidak dapat memungkiri bahwa saat ini aku membutuhkan seseorang disampingku. Dan aku merasa kau datang pada saat yang tepat. Tapi, apa makna semua ini? Apakah Aku senang dengan kehadiranmu karena aku memang membutuhkanmu?

Aku rasa aku cukup kejam jika memang seperti itu. Tapi sebenarnya, aku masih belum mengerti arti dari perasaan ini. Apakah aku hanya membutuhkanmu saja? Atau aku hanya kagum padamu saja? Atau aku hanya suka seperti aku menyukai teman-temanku yang lain? Atau malah aku merasakan cinta?

Sungguh aku bingung memikirkannya. Oleh karena itu, aku butuh waktu lagi untuk menentukan semua yang bergejolak dihati ini. Terima kasih untuk kesempatan dan kesabaranmu untuk memberikan ku waktu lagi.

Selama waktu satu bulan ini, jujur aku berkata padamu bahwa aku tidak bisa melupakanmu. Sering aku berharap kau akan menghubungiku meski itu melanggar janji kita. Ternyata benar, berartinya seseorang bagi kita akan terasa ketika orang itu telah hilang dari kehidupan kita. Satu bulan ini, kau telah hilang dari orbit kehidupanku dan pada saat itu pula aku merasa kehilangan dirimu.

Ternyata awan sudah tidak mampu menahan titik-titik air yang mulai berkondensasi. Hijaunya rumput yang melapisi lapangan sepak bola mulai basah ditetesi oleh air hujan yang semakin lama semakin deras. Kedua insan ini mengangkat wajah menatap hujan. Kemudian melipat kertas yang sudah selesai dibaca.

“ Lalu apa inti dari isi tulisanmu ini ? “ Laki-laki itu bertanya dingin, sedingin udara yang ditiupkan angin melewati rongga tempat duduk penonton tersebut. Cukup lama wanita ini diam, memutar otaknya apa yang harus ia katakan. Tapi, dengan segenap kekuatan dan keyakinan dia mulai menghela nafas, dan mengucapkan

“ I Think …….I Love you… “

"blessed are the woman, because she was getting love and affection that she was looking for ....

blessed are the man, because he got a definite answer that makes his waiting was worth it ...."

wish i could be that woman...

tulisan: RINI


0 share with mummy:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...